Kasih Bapa Bagi Yang Terhilang
Perumpamaan anak yang hilang menyatakan kasih Bapa bagi mereka yang terhilang, baik yang secara nyata penuh dosa maupun terselimuti legalistik.
Sebagai orang tua, kita tentu ingin anak-anak dalam kondisi baik, mencintai Tuhan Yesus, dan tidak terhilang. Namun hidup tak selalu indah, seberapa besar usaha yang sudah parents lakukan, kita tetap bukan faktor penentu. Anak punya pilihan dan kemauan sendiri. Mereka bisa saja menjauh dari Tuhan, bahkan terhilang seperti anak bungsu dan anak sulung di perumpamaan anak yang hilang. Entah terhilang dalam pemberontakan dan berpaling pada dosa, atau tetap di tempat tapi menyelimuti diri dengan segala bentuk legalisme yang transaksional.
Aku mau bebas, tidak dibatasi aturan ini dan itu, bisa melakukan apapun yang aku mau.
atau
Aku tunduk dan taat, maka seharusnya aku mendapatkan yang aku mau.
Salah satu saja anak seperti ini sudah membuat orang tua pusing, apalagi kalau ada 2 anak dan keduanya menyimpang ke kiri dan ke kanan seperti itu. Syukur karena Tuhan Yesus memiliki kita dan anak-anak di dalam tangan-Nya.
Bapa menyambut anak bungsu yang cabul dan kurang ajar, juga merayu anak sulung yang legalistik.
John Piper menjadi alat di tangan-Nya untuk menggali 7 keindahan dalam Perumpaaan Anak Yang Hilang di Lukas 15.
Ini benar-benar perumpamaan yang luar biasa membesarkan hati bagi para orang tua yang memiliki anak yang hilang. Perumpamaan ini memiliki begitu banyak lapisan dorongan di dalamnya. Saya rasa kita atau siapa pun tidak pernah sampai ke dasarnya dan potret yang luar biasa dari hati Allah yang penuh kemurahan. Izinkan saya untuk menyebutkan tujuh dorongan dari perumpamaan ini.
1. Tuhan mengejar orang-orang berdosa.
Pertama, ini adalah salah satu dari tiga perumpamaan dalam Lukas 15, yang diceritakan oleh Yesus sebagai jawaban atas kritikan yang dilontarkan-Nya dalam ayat 1-2 karena makan bersama pemungut cukai dan orang-orang berdosa. Ketika orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut dan berkata, “Orang ini menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka” (Lukas 15:2), Yesus menanggapi dengan menceritakan perumpamaan tentang domba yang hilang, perumpamaan tentang uang yang hilang dan perumpamaan tentang anak yang hilang (kita akan lihat).
Jadi, ketiga perumpamaan tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan fakta bahwa ketika Yesus makan bersama dengan orang-orang berdosa, itulah yang sedang dilakukan Allah. Dia mewujudkan pengejaran Allah yang digambarkan dalam perumpamaan-perumpamaan tersebut ketika Dia mengejar yang terhilang. Itulah yang terjadi ketika Yesus datang ke dunia dan makan bersama orang-orang berdosa. Allah sama sekali tidak berkompromi dengan dosa. Kristus tidak menjadi orang berdosa dengan makan. Dia melakukan Yohanes 3:17: Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, tetapi supaya dunia diselamatkan oleh-Nya.” Jadi, bapa dalam perumpamaan anak yang hilang adalah gambaran Allah yang bertindak di dalam Kristus untuk menyelamatkan anak yang hilang. Itulah gambaran dasar yang seharusnya membuat kita dikuatkan. Kita perlu melihat Allah dengan cara seperti itu. Pikirkanlah Dia seperti itu. Dia mengejar orang-orang berdosa.
2. Tuhan senang karena si anak yang hilang kembali ke rumah.
Kedua, dalam ketiga perumpamaan ini, ada perayaan sukacita atas satu orang berdosa yang bertobat. “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di sorga akan lebih besar sukacita karena satu orang berdosa yang bertobat dari pada karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan” (Lukas 15:7). Dan dalam perumpamaan tentang anak yang hilang, sang ayah berkata, “Bawalah segera jubah yang terbaik dan kenakanlah itu kepada anak itu. . . Marilah kita makan dan merayakannya” (Lukas 15:22-23). Jadi, hati Allah dalam perumpamaan ini, dalam ketiga perumpamaan lainnya, senang melihat anak yang hilang kembali ke rumah. Ia tidak menyesal; Ia senang dan puas.
3. Tuhan, bukan rasa bersalah, yang terlihat dan menjadi fokus.
Ketiga, dalam ketiga perumpamaan ini, tidak ada fokus pada rasa bersalah wanita yang kehilangan koin, atau gembala yang kehilangan domba, atau ayah yang kehilangan anaknya. Sekarang, saya tidak mengatakan hal ini untuk memberikan komentar tentang kualitas pengasuhan saya atau Anda, yang kita semua tahu bisa saja lebih baik dalam segala hal. Orang-orang terkadang bertanya kepada saya, “Apa yang akan Anda lakukan secara berbeda?” Dan saya jawab, “Semuanya. Saya akan mencoba melakukan segalanya dengan lebih baik.”
Saya hanya mengatakan, ketika saya mengamati hal ini, bahwa bukan itu masalahnya di sini. Yesus sama sekali tidak menyinggung hal itu, yang mana sangat jelas terlihat dalam perumpamaan tentang anak yang hilang, karena sang ayah adalah gambaran Tuhan, yang merupakan Bapa yang benar-benar sempurna, namun ia memiliki anak yang hilang. Maksud saya, coba bayangkan - bagaimana mungkin kita bisa menjadi ayah yang sempurna dan memiliki anak yang hilang? Kita didorong untuk mengarahkan pandangan pada perumpamaan-perumpamaan ini bukan pada diri kita sendiri, bukan pada kekurangan kita, tetapi pada Tuhan yang kita temukan dalam perumpamaan-perumpamaan ini. Bukan tentang kita yang gagal dan tidak sempurna, tapi tentang Tuhan yang pegang kendali, bekerja dan menyatakan kasih-Nya.
4. Tuhan dapat membawa kewarasan melalui kesengsaraan.
Keempat, anak yang hilang mengalami perubahan hati pada titik terendah dalam kehidupannya yang menyedihkan. Dia siap berbagi makanan dengan babi-babi. Pada titik terendah anak itu, ia sadar akan dirinya sendiri (Lukas 15:17). Dan hal yang menggembirakan adalah ketika ia terlihat benar-benar tidak memiliki harapan - Bagaimana mungkin dia bisa kembali dari sesuatu yang begitu rendah? - di saat itulah dia mengalami kebangkitannya.
5. Hati Tuhan berlari kepada anak-anak-Nya.
Kelima, mungkin momen yang paling lembut, indah, dan kuat dalam perumpamaan ini, yang pasti dimaksudkan Yesus untuk memberikan efek seperti ini karena Ia menceritakan perumpamaan ini dengan cara seperti ini, adalah momen ketika sang ayah melihat anak itu dari kejauhan dan berlari menyambutnya - bukan berjalan; ia berlari untuk menyambutnya. “Tetapi ketika ia masih jauh, ayahnya melihat dia dan merasa iba, lalu ia berlari dan memeluk dan menciumnya” (Lukas 15:20). Jadi, dia melihat, dia merasa, dia berlari, dia memeluk, dia mencium. Jadi, marilah kita - saya ingin mengatakannya pada diri saya sendiri - marilah kita menyimpan gambaran tersebut di dalam pikiran kita, bukan hanya sebagai gambaran hati Allah, tetapi untuk membuat hati kita sendiri menjadi lembut seperti itu dan bersemangat seperti itu.
6. Tuhan dapat membangkitkan orang mati.
Keenam, sang ayah menggambarkan perubahan dalam hidup anak laki-lakinya sebagai perubahan dari kematian kepada kehidupan. “Sebab anakku ini telah mati dan hidup kembali, ia telah hilang dan ditemukan” (Lukas 15:24). Hal ini menggembirakan karena sang ayah tidak mengecilkan arti dari kondisi anak itu. Anak itu sudah mati. Dari sudut pandang manusia biasa, dia tidak memiliki harapan. Jadi, jangan pernah melihat kekerasan, ketidakpedulian, bahkan kepahitan atau sinisme seorang anak yang hilang dan berpikir, “Ini tidak bisa berubah. Ini tidak akan pernah berubah.” Jangan berpikir seperti itu. Tuhan sanggup membangkitkan orang mati. Yesus sudah membuktikannya.
7. Tuhan mengundang kedua anak itu pulang.
Dan yang terakhir, ketujuh: Ingatlah bahwa bapa dalam perumpamaan tentang anak yang hilang ini memiliki dua anak yang hilang, bukan hanya satu. Ketika Yesus makan bersama para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, ada dua kelompok orang yang terhilang yang harus Ia hadapi. Yang pertama adalah pemungut cukai dan orang berdosa, dan yang kedua adalah ahli Taurat dan orang Farisi.
Pemungut cukai dan orang-orang berdosa diwakili dalam perumpamaan ini oleh anak yang hilang, dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang Farisi diwakili oleh anak yang lebih tua yang marah. Dia marah karena sang ayah merayakan kembalinya si bungsu. Kehidupan - dia marah pada kehidupan baru. Sang kakak, seperti halnya orang Farisi, melihat hubungannya dengan sang ayah demi mendapatkan hak istimewa, bukannya menikmati sebuah hubungan. Jadi, bagaimana sang ayah menanggapi anak yang bandel seperti ini, anak yang hilang yang kedua? Bagaimana ia akan menanggapinya?
Kadang-kadang orang berkata - dan saya mendengar hal ini ketika saya berada di Jerman, menulis disertasi tentang mengasihi musuh Anda - “Tidak mungkin Yesus pernah mencoba untuk merayu orang-orang Farisi. Dia hanya mengatakan hal-hal negatif tentang orang-orang Farisi. Dia tidak pernah mengundang mereka untuk percaya.” Dan saya menunjukkan dalam disertasi saya bahwa itulah yang terjadi di sini. Lihatlah ayat 28. Anak yang lebih tua itu marah, dan ia menolak untuk masuk dan menjadi bagian dari perayaan kehidupan dan keselamatan. Dan ayahnya, sama seperti anak yang lebih muda, keluar dan memohon - tidak memerintah, tidak marah - dia memohon kepadanya. Ia keluar untuk menemui anak bungsu yang tidak patuh itu. Ia keluar dan merayu serta memohon kepada anak sulung yang legalistik.
Jadi, inilah kesimpulan saya, untuk diri saya sendiri, untuk kita semua: Mari kita ambil hati setidaknya untuk tujuh alasan ini, dan ingatlah dorongan Yesus dalam pasal 18, hanya beberapa pasal setelahnya, bahwa kita harus “senantiasa ... berdoa dan janganlah hendaknya kamu putus asa” (Lukas 18:1).
Bapa dalam perumpamaan anak yang hilang tidak menyerah dengan anaknya. Menjadi gambaran Bapa kita di surga yang tidak menyerah terhadap kita. Topangan anugerah Kristus akan memampukan parents untuk tidak menyerah pada anak yang secara nyata penuh dosa maupun yang terselimuti legalistik.
Baca juga artikel menarik lain: