Gina Poirier Menemukan 3 Cara Menolong Anak Memiliki Iman

Gina Poirier Menemukan 3 Cara Menolong Anak Memiliki Iman

Untuk urusan iman, ada parents yang begitu memaksa anak untuk berperilaku selayaknya pengikut Kristus. Hanya mementingkan aksi di luar daripada iman di dalam.

 

Sebaliknya parents lain bingung bagaimana menyeimbangkan dua hal yang tidak mudah. Keterlibatan mereka dalam menuntun anak pada Yesus dan memberi ruang bagi si kecil untuk mengalami Tuhan secara pribadi tanpa parents ikut campur.

 

Parents termasuk tipe yang mana?

 

Gina Poirier, seorang istri dalam pernikahan bahagia sekaligus ibu tiga anak, yang menolong banyak orang tua dalam hal manajemen stres, menuturkan kisahnya menemukan 3 cara menolong anak memiliki iman kepada Kristus.

 

Sesuatu Yang Mengganggu

 

Kalau saya bisa menukar 1 dolar Amerika setiap kali melihat judul yang mengganggu tentang bagaimana anak-anak muda hari ini berbondong-bondong meninggalkan iman Kristen, maka saya akan memiliki cukup uang untuk membayar kuliah ketiga anak saya sampai lulus.

 

Ini benar dan sangat mengkhawatirkan.

 

Saya tidak perlu membaca statistik terkini untuk mengetahui hal ini. Saya dapat melihat apa yang terjadi dengan banyak teman yang berkata mereka dulunya Kristen saat masih SMA dan kuliah. Saya juga bisa menyaksikan anak-anak sahabat saya yang mengalami hal ini.

 

Anak-anak tidak menginginkan gereja, Alkitab, atau apa pun yang berhubungan dengan itu. Iman orang tua tidak melekat. Anak-anak tidak pernah menjadikan iman Kristen sebagai iman mereka.

 

Orang tua Kristen pasti memiliki pertanyaan ini dalam hati, “Apa yang dapat kami lakukan untuk menolong anak-anak memilih iman Kristen ketika mereka bertumbuh?”

 

Saya punya pandangan unik untuk pertanyaan ini, karena saya tidak bertumbuh dalam keluarga yang bergereja. Saya memilih untuk mengikut Yesus ketika berusia 19 tahun, lebih dari 300 mil jauhnya dari rumah, di sebuah kampus perkotaan dengan atmosfer yang tidak mendukung ide tentang menjadi murid Kristus.

 

Jadi saat saya berpikir tentang bagaimana anak-anak bisa membuat pilihan yang sama seperti yang saya ambil, saya tidak punya masa kecil yang bisa jadi sandaran.

 

Suami saya berbeda. Pengalamannya berbanding terbalik dengan saya. Perjalanan bersama Yesus telah ia mulai sejak usia yang jauh lebih muda dari saya. Dia bertumbuh dan terbenam dalam budaya iman yang giat dalam keluarga besar, komunitas homeschooling, dan gereja.

 

Lewat dia, saya memiliki kesempatan untuk mengamati gambaran penuh bagaimana membesarkan anak-anak yang takut akan Tuhan. Ketika suami memimpin keluarga secara spiritual, dia menjelaskan mengapa kami melakukan apa yang kami lakukan. Saya dapat melihat buah dari pilihan-pilihan tersebut dalam relasinya dengan keluarganya.

 

Anak-anak kami mulai membuat pilihan-pilihan mereka sendiri, seperti sejelas yang tertulis di Alkitab, mereka dapat memilih untuk meninggalkan iman bahkan ketika kami melakukan segala sesuatu dengan tepat. (Seperti dalam kasus saya, tidak punya sedikit pun instruksi Alkitab di rumah, namun akhirnya malah baik-baik saja, karena berjumpa dengan dan memilih Yesus saat sudah besar).

 

Sesuatu Yang Saya Temukan

 

Namun saya percaya ada beberapa hal yang bisa parents lakukan yang akan menolong anak-anak untuk membuat iman mereka menjadi milik mereka sendiri untuk seterusnya.

 

Ini 3 cara yang saya temukan.

 

Mulai Dengan Iman Pribadi

 

Ini tampaknya begitu jelas:

Jika ingin anak hidup sebagai orang Kristen, tindakan parents berbicara lebih keras daripada kata-kata.

 

Namun seberapa sering parents mengikuti hal ini? Saya tidak sedang berbicara tentang hadir di gereja dan pendalaman Alkitab, namun coba lihat beberapa hal ini:

 

  • Bagaimana pernikahanmu?
  • Bagaimana kehidupan doamu?
  • Bagaimana parents meresponi tekanan dalam hidup?
  • Seperti apa prioritas dalam menggunakan waktu dan uang?
  • Bagaimana anugerah dan kerendahan hatimu dalam mendidik anak?

 

Anak-anak melihat hal-hal ini dengan jelas. Mereka mengidentifikasi ketika tindakan parents tidak sesuai dengan iman yang parents akui.

 

Ini tidak berarti harus menjadi orang Kristen dan parents sempurna. Anak-anak perlu melihat parents melakukan kesalahan. Ketika parents hidup dengan rendah hati dalam anugerah Tuhan, ini akan memberi dampak bagi anak-anak lebih dalam daripada apa pun.

 

Suami saya sering berbagi kisah-kisah tentang bagaimana rumahnya ketika masih kecil selalu terbuka untuk menyambut tamu dengan keramahtamahan. Seluruh anggota keluarga tinggal di ruang bawah tanah ketika mereka tidak punya tempat tujuan. Mereka menanam gereja-gereja baru. Mereka menjadi tuan rumah acara pendalaman Alkitab bersama orang-orang yang mendamba relasi dengan Tuhan.

 

Orang tua suami saya tidak sempurna. Mereka sangat terbuka dengan perjuangan-perjuangan yang dialami dan selalu mencari kesempatan bertumbuh secara pribadi dalam hubungan dengan Tuhan.

 

Membangun Relasi-relasi Banyak Generasi

 

Seperti apa hari Minggu parents? Banyak parents, termasuk kami, mengantar anak-anak ke kelas Sekolah Minggu meninggalkan mereka untuk mengikuti ibadah, lalu kembali untuk menjemput mereka. Bagi kebanyakan orang tua, ya, hanya itu yang mereka lakukan.

 

Masalah dengan model seperti ini adalah anak-anak hanya beribadah dan membangun relasi spiritual dengan teman sebayanya.

 

Selama masa kecil mereka, anak-anak terbagi dalam kelas-kelas untuk ‘disuapi’ Injil melalui pelayanan anak yang sangat menyenangkan, kelompok pemuda, dan berbagai perkemahan bersama. Sangat alami bagi anak-anak ini untuk menanyakan hal-hal terdalam dan mendasar kepada sesama teman (atau mungkin mentor yang hanya berusia beberapa tahun lebih tua), daripada mendengar wejangan dari orang dewasa yang berhikmat.

 

Ini bukan suatu pengalaman yang buruk. Namun jika hanya ini yang anak-anak dapatkan, apa yang akan terjadi ketika mereka dilepas ke dunia luar?

 

Mungkin teman-teman masa kecil mereka mulai beranjak meninggalkan kekristenan. Tiba-tiba mereka harus berkumpul dengan semua orang berusia tua di gereja. Pasti terasa canggung. Pemuridan lintas generasi tidak berjalan. Tidak ada suatu hubungan nyata kehidupan yang dijalani para pemuda yang beranjak dewasa ini dengan apa yang mereka dapatkan pada hari Minggu. Jadi akhirnya mereka berhenti ke gereja.

 

Saya melihat suatu model yang sangat berbeda di Alkitab. Anak-anak tidak dibagi ke dalam kelompok usia. Seluruh keluarga dan kelompok-kelompok keluarga bekerja bersama untuk membangun komunitas iman Kristen.

 

Angkatan demi angkatan akan memegahkan pekerjaan-pekerjaan-Mu dan akan memberitakan keperkasaan-Mu.

Mazmur 145:4

 

Saya pribadi tidak masalah dengan anak-anak pergi ke Sekolah Minggu, namun itu hanya salah satu aspek pengalaman kristiani mereka.

 

Gereja kami secara periodik mengadakan ibadah keluarga. Kami memiliki relasi dengan keluarga-keluarga Kristen lain dan orang-orang beragam usia sehingga anak-anak kami terhubung dengan banyak orang yang dapat menuntun mereka dalam iman (tidak hanya teman sebaya).

 

Ini yang suami saya alami ketika bertumbuh dewasa. Sebagai hasilnya, ada banyak angkatan generasi berbeda yang tetap kuat imannya.

 

Jadilah Instruktur Pertama Mereka

 

Masalah lain dengan model mengantar anak ke Sekolah Minggu ialah mudahnya tergelincir dalam ekspektasi bahwa para relawan gereja bertanggung jawab menolong anak-anak belajar tentang kekristenan.

 

Semoga sekarang menjadi lebih jelas bahwa parents memiliki tanggung jawab untuk mengajari anak-anak tentang iman Kristen.

 

Memang mudah untuk mengajar anak bertanggung jawab, namun tak mudah menyadari bahwa tanggung jawab besar untuk membawa anak-anak mengenal dan berjumpa dengan Kristus sesungguhnya adalah bagian parents.

Kadang-kadang saya takjub dengan pengetahuan bibilika suami. Yang saya maksud adalah tentang hal-hal sepele yang tampak kabur dan aneh. Ini bukan karena dia adalah sarjana Alkitab yang rajin belajar. Ini karena malam demi malam saat masa kecilnya, dia dan keluarga belajar Alkitab bersama.

 

Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah,

supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu,

dan supaya jangan semuanya itu hilang

dari ingatanmu seumur hidupmu.

Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan

kepada cucu cicitmu semuanya itu.

Ulangan 4:9

 

Ketika berurusan dengan mengajar anak-anak, beberapa hal yang bisa dilakukan seperti renungan bersama keluarga, menghafal ayat Alkitab, dan mempelajari sejarah kitab suci. Ini semua sama pentingnya dengan menjadi orang tua yang bisa diajak diskusi oleh anak ketika mereka memiliki pertanyaan-pertanyaan yang sulit.

 

Anak saya yang berusia 3 tahun pernah menanyakan pertanyaan yang membuat saya menggaruk kepala, “Apakah Tuhan lebih besar daripada langit?” Kakaknya malah bertanya begini, “Mengapa Tuhan membiarkanku terluka?”

 

Ketika mereka bertumbuh dewasa, siap sedialah menghadapi pertanyaan-pertanyaan sulit, parents. Bukan hanya memberi jawaban hafalan. Berbicaralah tentang apologetika dan filosofi.

 

Biarkan anak menemukan jawaban sendiri, terutama ketika mereka cukup dewasa untuk menemukannya.

 

Terkadang tak perlu dituntun, cukup belajar memercayakan anak pada Tuhan seperti Erin James.

Selamat menolong anak memiliki iman kepada Kristus, parents!

 

Biarkan mereka berjumpa

Tuntun mereka bersua

Dengan Sang Khalik sejati

Juruselamat dan penjaga hidup ini

 

Jangan tepis tiap kata

Keluar dengan jenaka

Berasal dari pikiran murni

Bukan untuk menguji

 

Beban peran di pundak kita

Sekaligus hak istimewa

Menjadi orang tua pilihan Ilahi

Bawa kemuliaan dan kehormatan abadi

Pada BAPA Pencipta Alam Semesta





Disadur dari Three Ways To Help Your Children Make Their Faith Their Own - EquippingGodlyWomen