Sarah Walton Mempercayakan Kesakitan Anak Pada Tuhan

Sarah Walton Mempercayakan Kesakitan Anak Pada Tuhan

Ketika keluarga, kesehatan, pekerjaan, dan semua hal kelihatan sempurna, sangat mudah untuk menikmati kasih Tuhan.

 

Namun tak jarang saat berada pada posisi itu, parents memang tidak mengeluh, tapi lupa bersyukur. Masih berdoa, namun sudah menganggap berbincang dengan Tuhan sebagai hal yang tak terlalu penting.

 

Pelajaran berharga untuk bersyukur, menceritakan tentang karya-Nya, serta semakin mengandalkan Tuhan sepertinya lalu begitu saja.

 

Anehnya, jika keadaan berbalik, keluarga bertengkar, kesehatan merosot, pekerjaan berantakan, respon kita juga berubah.

 

Makin sering mengeluh di satu sisi. Mudah bersyukur akan hal-hal yang tadinya seakan sepele di sisi lain. Doa menjadi elemen penting. Sering dalam wujud pertanyaan penuh keingintahuan tentang mengapa Tuhan melakukan ini kepada hidup saya. Tak jarang pula memohon segera dilalukan dari ujian hidup, kesulitan, dan masalah.

 

Hikmat yang bisa parents petik berupa tetap percaya pada Tuhan di tengah kesulitan, yakin akan janji dan kesetiaan-Nya, belajar bersyukur meski sukar, serta menikmati penyertaan dan kekuatan yang diberikan-Nya sebagai bentuk jawaban doa ketika kesulitan juga kabur tak terbaca.

 

Apa yang Tuhan tunjukkan dan ajari lewat siklus posisi kenyamanan dan kesulitan ini entah mengapa mudah sekali terlupakan.

 

Sarah Walton, penulis buku Hope When It Hurts dan blogger di SetApart.net menuturkan kisahnya.

 

Kesakitan Anak, Kebingunganku

 

Sebagai Ibu, aku merasa ombak menghantam hingga membuat kepalaku terasa ringan tak berisi ketika menggenggam tangan kecil anakku yang berusia 3 tahun. Seperti hanyut dan nyaris pingsan. Teriakan si kecil menusuk hatiku saat dia mencoba melawan upaya suster yang akan menyuntikkan jarum infus.

 

Aku tidak tahu apa aku bisa melalui ini lagi. Tapi memang ini yang harus kujalani tiga kali lagi dalam minggu ini dengan anak-anakku yang lain.

 

Tidak pernah aku menginginkan hal ini untuk anak-anak kami. Malah aku takut hal ini terjadi pada mereka. Apa yang aku dan suami inginkan adalah menyediakan masa kanak-kanak yang menyenangkan dan melindungi mereka selama mungkin dari kenyataan keras kehidupan di dunia yang jatuh dalam dosa.

 

Aku berjibaku dengan bagaimanan memroses keinginanku untuk menjaga anak-anak dari hal-hal yang telah Tuhan pilih dan izinkan untuk terjadi dalam hidup mereka.

 

Apa arti kasih Tuhan bagi anakku ketika yang tampak di mata adalah kesehatannya jauh dari sempurna?

 

Api Rahmani Sang Pemurni

 

Apa yang paling kutakutkan menimpa anak, sesuatu yang berusaha aku kendalikan, ternyata menjadi jalan yang Tuhan pakai untuk membuka mataku untuk memandang hanya pada-Nya.

 

Tuhan menggunakan hari-hari terberat, yang coba kuhindari, untuk menumbuhkan karakterku, lalu menetapkan langkahku pada jalan yang berbeda namun penuh dengan upah kekal. Sangat berbeda dari jalan yang hendak kupilih.

 

Jika parents sedang melalui jalan yang sulit bersama anak. Terpenjara oleh ketakutan akan sesuatu yang bisa mengancam kenyamanan dan kesenangan anak. Aku juga mengalaminya.

 

Aku mau menguatkan parents dengan beberapa langkah yang sudah kujalani dan di situ kulihat Tuhan memakai penderitaan dalam hidup kami sekeluarga. Dia telah bekerja di dalam kami dengan cara yang sekarang tidak ingin kuubah, meskipun aku (mungkin) bisa mengubahnya. Anak-anak kami telah disentuh oleh api rahmani Sang Pemurni. Kami belajar banyak pelajaran berharga di tengah kesengsaraan.

 

Anak-anak Belajar Menanggung

 

Kita tidak perlu hidup lama untuk menyadari bahwa hidup ini sulit. Jika anak-anak kita akan mengikut Kristus, perjalanan mereka tidak akan nyaman dan bebas dari rasa sakit.

 

Namun parents hidup dalam budaya di mana anak-anak dilayani, dibuat nyaman, dan dilindungi berlebihan. Ini menghasilkan generasi yang selalu menuntut hak, overdosis galau, egois, dan penuh kekuatiran.

 

Bukankah parents perlu melakukan yang terbaik untuk melindungi anak dari bahaya nyata? Ya, tentu saja! Tapi parents juga perlu berhati-hati agar tidak mengambil posisi Tuhan.

 

Mencoba mengontrol segala sesuatu di sekitar anak, sambil berpikir parents melayani anak dengan mencegah kesulitan dan ketidaknyamanan memasuki hidup mereka. Itu adalah bentuk mengambil posisi Tuhan.

 

Parents mungkin mencoba menjauhkan anak dari hal-hal yang malah akan memperlengkapi mereka untuk mengikut Kristus dengan sepenuh hati. Aku tidak menakut-nakuti lho. Ini juga yang dulu kulakukan.

 

Aku tak pernah memilih agar anakku lahir dengan penyakit dan berjuang sejak kecil. Aku telah melihat bagaimana Tuhan menggunakan penderitaan ini untuk mengajar anak-anak mencari Dia, mengerjakan hal yang sulit, belajar bertahan menanggung kesengsaraan, dan mengembangkan karakter sepanjang proses berjalan.

 

Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. (Roma 5:3-5)

 

Anak-anak Belajar Melihat Kesetiaan Tuhan

 

Aku hidup dalam budaya kristen yang basah kuyup oleh siraman pengajaran dan pemikiran Injil Kemakmuran. Tuhan begitu baik. Dia mengizinkan keadaan untuk menantang sudut pandang itu dan membuka mata anak-anak kami kesetiaan-Nya di jalan yang panjang.

 

Mereka berkesempatan duduk di baris depan untuk menyaksikan bagaimana Tuhan menyediakan kebutuhan keuangan keluarga kami pada musim-musim kekurangan.

 

Anak-anak mengecap manisnya penyediaan Tuhan ketika hadiah ditaruh di depan pintu rumah tanpa kami tahu siapa pengirimnya. Atau saat makanan diantarkan oleh teman-teman gereja secara konsisten.

 

Sewaktu anak-anak menangis dan berteriak pada Tuhan dalam kekecewaan atas penyakit yang mereka derita, mereka belajar bahwa Yesus melihat air mata dan menjawab doa.

 

Mereka juga belajar untuk menghargai dan bersyukur atas hal-hal kecil. Sulit untuk bersyukur jika mereka tidak pernah kehilangan sesuatu. Kehilangan membuat mereka begitu menghargai berkat yang ada.

 

Tentu saja anak-anak kami masih bisa mengamuk, berharap mereka menjadi normal, bisa menjadi seperti teman-teman lain. Namun mereka merasakan kesetiaan Tuhan sangat nyata dan jelas. Kehadiran dan penyediaan-Nya dalam masa sukar menjadi semakin manis bagi mereka.

 

Anak-anak Belajar Bahwa Dosa Lebih Berbahaya Daripada Kesakitan

 

Salah satu kebenaran yang kupelajari, kesakitan memiliki cara untuk merobek apa yang kita sembunyikan dan coba tutupi dari Tuhan soal dosa. Bagiku, ketika kesakitan kronisku mulai terasa membara, atau saat aku merasa tidak berdaya untuk menolong anak-anak, aku lebih cepat membentak mereka, mengeluh tentang banyaknya hal yang harus kukerjakan, lalu menyalahkan siapapun yang ada di sekitarku atas responku. Biasanya suami yang jadi sasaran.

 

Kesakitan bukan penyebab dosaku. Kesakitan menunjukkan dosaku. Ini juga sama dengan yang dialami anak-anak.

 

Sebagai keluarga, kami telah bertahan bertahun-tahun melewati pencobaan demi pencobaan. Tuhan menolong kami untuk melihat bahwa penderitaan bukan masalah utama kami, melainkan dosa yang jadi problem kami.

 

Ini bukan proses yang indah. Namun telah menjadi berkat tak terduga karena anak-anak telah merasakan api rahmani Sang Pemurni di usia yang sangat muda.

 

Alih-alih menjalani masa kecil tanpa kesakitan dan menjadi tidak peduli akan betapa dalamnya dosa mereka, Tuhan menggunakan kesakitan yang anak-anak derita untuk mengupas lapisan yang menyesatkan dari memandang remeh kehidupan, lalu mengungkapkan kebutuhan mereka akan juruselamat.

 

Betapa luar biasa berkat bagi parents kristen untuk melihat anak-anak memahami bahwa Yesus adalah hadiah terbesar. Penderitaan mereka sekarang hanya sementara ketika mereka memiliki pengharapan kekal di dalam Kristus.

 

Aku memang tidak pernah benar-benar tahu kondisi hati anak-anak. Parents juga kan? Tapi aku bersyukur Tuhan menyediakan begitu banyak kesempatan untuk menabur benih Injil di tanah hati mereka yang subur.

 

Aku Takkan Takut

 

Jika parents sekarang melihat anak menghadapi kesulitan apapun, ingatlah bahwa Tuhan mengasihi anak-anak kita lebih daripada kita mengasihi mereka. Tuhan layak dipercaya.

 

Ada begitu banyak hal yang bisa ditakuti dalam dunia ini. Namun ketika parents lebih takut dan percaya pada Tuhan, melebihi takut akan kesakitan dan ketidakmampuan dalam mengendalikan hidup, maka parents akan menemukan damai dan kebebasan dalam mendidik anak.

 

Seperti kata pemazmur dalam Mazmur 56:3-4, Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku (atau anakku)?

 

Mari menjadi parents yang bukan hanya berdoa memohon perlindungan bagi anak. Jadilah parents yang pertama-tama berdoa agar hati anak berpaling pada Kristus, tidak peduli berapapun harganya.



 

Disadur dari Trusting God with Our Children’s Pain - DesiringGod.org